a. Before ( pencegahan kecelakaan lalu lintas )
Pada tahapan ini yang menjadi fokus pembahasan adalah fungsi kordinasi, karena salah satu faktor mendasar yang menghambat tercapainya tujuan dari suatu kebijakan lalu lintas adalah minimnya kordinasi lintas instansi maupun pihak-pihak terkait. Hal ini berdampak pada munculnya kepentingan tertentu dari setiap pihak yang seharusnya bekerjasama tetapi justru bertindak kontradiksi yang cenderung mengarah timbulnya konflik. Faktanya antara lain adanya selisih yang cukup jauh tentang data kecelakaan pada Polri dan data yang ada di Departemen Perhubungan sebagai sumber informasi data lalu lintas yang memiliki kewenangan resmi, kemudian munculnya kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada upaya untuk saling mendapatkan pengakuan sebagai yang terbaik tanpa adanya peran pihak lain, dan beberapa fakta lainnya hingga terjadinya perebutan kewenangan dalam rangka pengesahan RUU Lalu Lintas hingga bisa diterbitkan menjadi UU no 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pada tahapan ini yang menjadi fokus pembahasan adalah fungsi kordinasi, karena salah satu faktor mendasar yang menghambat tercapainya tujuan dari suatu kebijakan lalu lintas adalah minimnya kordinasi lintas instansi maupun pihak-pihak terkait. Hal ini berdampak pada munculnya kepentingan tertentu dari setiap pihak yang seharusnya bekerjasama tetapi justru bertindak kontradiksi yang cenderung mengarah timbulnya konflik. Faktanya antara lain adanya selisih yang cukup jauh tentang data kecelakaan pada Polri dan data yang ada di Departemen Perhubungan sebagai sumber informasi data lalu lintas yang memiliki kewenangan resmi, kemudian munculnya kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada upaya untuk saling mendapatkan pengakuan sebagai yang terbaik tanpa adanya peran pihak lain, dan beberapa fakta lainnya hingga terjadinya perebutan kewenangan dalam rangka pengesahan RUU Lalu Lintas hingga bisa diterbitkan menjadi UU no 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Oleh karena itu kepolisian harus
senantiasa berkordinasi dengan pihak-pihak yang terkait secara khusus tentang
upaya pencegahan terjadinya kecelakaan lalu lintas untuk membuat suatu
kesepakatan bersama baik bersifat formal maupun informal untuk melakukan
pengkajian secara simultan terhadap karakteristik dari faktor penyebab suatu
kejadian kecelakaan. Namun dalam pelaksanaanya kepentingan secara politis dari
masing-masing instansi maupun non instansi yang terkait harus ditanggalkan,
agar tercipta suatu konsep pencegahan yang berdasar pada harapan untuk mencegah
terjadinya korban akibat kecelakaan lalu lintas dengan bentuk yang sesuai
realitas. Fungsi dan kewenangan setiap pihak yang bertanggung jawab sudah
diatur oleh negara baik dalam bentuk per undang-undangan maupun
ketentuan-ketentuan lain dalam bentuk peraturan.
Sehingga yang perlu ditingkatkan
dalam berkordinasi adalah pengaktifan fungsi masing-masing pihak terkait tanpa
mengutamakan kepentingan pribadi dari individu yang berperan dalam instansi
tersebut serta dapat menghasilkan suatu produk kebijakan yang sesuai dengan
perkembangan situasi dan kondisi masyarakat.
Berdasarkan faktor penyebab
terjadinya kecelakaan maka unsur-unsur yang terlibat kordinasi dalam rangka
upaya pencegahan lalu lintas adalah Polri, Departemen Perhubungan, Jasa
Raharja, Departemen PU, Departemen Pendidikan Nasional, Pemprov atau Pemda
setempat, LSM, Perusahaan Transportasi, tokoh masyarakat/tokoh adat/tokoh
agama. Diharapkan dari pelaksanaan kordinasi yang baik dan efektif antar
pihak-pihak tersebut dapat mengumpulkan berbagai data yang akurat sehingga dapat
dijadikan sebagai dasar perumusan suatu kebijakan lalu lintas yang tepat
sasaran serta pemenfaatan data-data tersebut sebagai suatu sistem informasi
bagi masyarakat maupun pihak terkait.
b. During ( penerapan kebijakan penanggulangan
kecelakaan lalu lintas )
Setelah terbentuknya suatu
kesepakatan formal dalam bentuk kebijakan maka diperlukan konsep penerapan yang
tepat sasaran, efektif dan efisien sesuai pola kerawanan kecelakaan lalu lintas
yang telah diidentifikasi. Permasalahan dalam penerapan kebijakan lalu lintas
sebagai upaya penanggulangan kecelakaan adalah perbedaan persepsi tentang
pemahaman konsep kebijakan tersebut sehingga sering menyebabkan tumpang tindih
dalam pelaksanaan kebijakan. Hal ini dipengaruhi oleh sistem manajemen yang
tidak terkendali dengan baik.
Elemen – elemen dalam sistem
kebijakan lalu lintas masih menyimpang dari sistem kebijakan dalam arti tidak
mengaktifkan fungsi masing-masing sebagai pendukung utama siklus sistem yang
telah disepakati bersama. Latar belakang terjadinya hal ini antara lain karena
minimnya fungsi pengawasan dan pengendalian dari internal pihak-pihak terkait,
kemudian kontinyuitas dari kordinasi tidak berlangsung secara efektif, serta
minimnya latar belakang pengetahuan tentang konsep dasar lalu lintas.
Secara teori, konsep, dan regulasi
tentang kebijakan kecelakaan lalu lintas selalu memiliki terobosan atau inovasi
yang sangat baik, namun dalam penerapannya seringkali masih mengalami jalan
buntu atau missing link, sehingga tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan
secara maksimal. Oleh karena itu dalam penerapan kebijakan lalu lintas tentang
kecelakaan diperlukan peningkatan sistem pengawasan dan pengendalian yang lebih
ketat baik secara internal maupun pengawasan oleh pemerintah sebagai pusat
kontrol dan kajian dalam pelaksanaan kegiatan. Kejelasan dalam pemberian reward
dan punishment merupakan salah satu tolok ukur utama standarisasi
keberhasilan.
c. After ( penanganan kecelakaan lalu lintas)
Konsep ideal pada tahapan ini adalah
proses sesaat setelah terjadinya suatu kecelakaan lalu lintas yang membutuhkan
penanganan secara cepat , tepat, dan efisien oleh komponen terkait yang
bertanggungjawab secara langsung dan berkewajiban untuk bergerak secara
simultan pada saat mendapatkan informasi tentang terjadinya kecelakaan.
Beberapa komponen terkait dalam penanganan kecelakaan lalu intas adalah Polri
sebagai penanggung jawab olah TKP, Rumah Sakit yang bertanggungjawab dalam
upaya penanganan pertama (UGD) hingga proses perawatan, serta Jasa Raharja
sebagai penanggung jawab asuransi kecelakaan sesuai klasifikasi korban. Namun fakta yang terjadi di lapangan seringkali
tidak menunjukkan hal yang diharapkan tersebut.
Sedangkan apabila melihat perkembangan yang
ada saat ini seiring dengan perkembangan teknologi yang ada, pemerintah melalui
instansi yang terkait telah menyediakan fasilitas dan sarana prasarana dengan
tingkat kecanggihan yang mengikuti trend kebutuhan masyarakat. Hal ini
merupakan suatu fakta kontradiksi yang cukup ironis sehingga perlu adanya
kajian tentang missing link dalam proses tersebut. Dari analisa yang dilakukan,
beberapa kendala atau faktor penyebab terjadinya missing link dalam proses
penanganan kecelakaan lalu lintas adalah minimnya sumber daya manusia dalam
operasionalisasi kecanggihan fasilitas dan sarana prasarana yang ada ,
pemeliharaan dan perawatan barang yang tidak konsisten, serta konsep manajemen
anggaran yang tidak berorientasi pada kebutuhan logistik.
Salah satu contohnya saat ini Polri, Rumah
sakit, dan Jasa Raharja sudah dilengkapi dengan kendaraan dinas penanganan
kecelakaan lalu lintas yang menggunakan sistem jaringan satelit dan komputer,
namun fakta kontradiksi yang sering dapat dilihat secara kasat mata dimana
tidak sedikit dari kendaraan dinas tersebut yang hanya menjadi hiasan kantor di
halaman parkir karena kondisi rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi.
Dari beberapa fakta tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa perlunya pelatihan-pelatihan yang berkelanjutan
terhadap operator sistem yang ada, peningkatan anggaran pemeliharaan dan
perawatan alat maupun kendaraan, serta melakukan audit rutin terhadap setiap
instansi dalam penggunaan sistem anggarannya. Sehingga dalam penanganan
kecelakaan lalu lintas sebagai penjabaran dari kebijakan yang telah ditetapkan
dapat mencapai kualitas target pelayanan terhadap korban kecelakaan lalu
lintas.
No comments:
Post a Comment